05 October 2007

Marketing 3.0: Marketing Ala Rasulullah




Marketing 3.0: Marketing Ala Rasulullah

Last Saturday, I was invited to give a speech about Marketing 3.0: Values-Driven Marketing in Makassar. The topic was taken from my latest book with Philip Kotler, and the audience reached 300 people. The show went fine. But, one thing that surprised me is that, Tribun Timur, a local newspaper wrote my speech in their newspaper. They even plan to make it into a serial article starting from Sunday, 16 September For those who don’t know yet, Tribun Timur is the new leading local newspaper at Makassar. Makassar itself is regarded as the largest city in the East region of Indonesia. I am really excited on spreading the Marketing 3.0 idea throughout Indonesia and ASEAN.

Ulasanhk1

Ulasanhk2

This is the encrypt from the article

UNTUK memahami konsepsi marketing yang saya sebut dengan Marketing 3.0, terlebih dahulu saya akan paparkan beberapa aktivitas bisnis dari perusahaan yang menjadi contoh dan acuan utama dari marketing 3.0 ini.
Contoh khusus yang banyak saya paparkan di dalam buku Marketing 3.0: Values-Driven Marketing tersebut adalah praktik bisnis yang dilakukan Anita Roddick melalui perusahaannya The Body Soul dan Putera Sampoerna (HM Sampoerna).

Dan yang paling utama saya juga akan menguraikan teladan dari Rasulullah Muhamad SAW yang menjadi Al Amien (yang dipercaya) dalam melaksanakan bisnisnya (berdagang). Termasuk geliat bisnis Yayasan Darul Tauhid milik Aa Gym.
Marketing 3.0 sebenarnya juga ter-triger oleh ibu Erna Witular (duta PBB untuk program Melinium Goal) yang meminta saya bagaimana marketing bisa meyakinkan perusahaan dan setiap orang bahwa tidak ada bedanya antara aspek kemanusiaan (human) dan bisnis.
Karena sebenarnya jika bisnis tak berhubungan dengan kemanusiaan maka bisnis itu tak akan sustainable (berkelanjutan).
Saya adalah seorang beragama Kristen Katolik tapi banyak berhubungan dan berteman dengan orang Muslim.
Saya berteman dan membuat buku Berbisnis dengan hati bersama Aa Gym yang dulu kondang itu.
Namun buku itu mendadak tak laku lantaran Aa Gym terlalu underestimed terhadap segmen pasar wanita.
Secara agama, apa yang dilakukan Aa Gym tak salah tapi karena merasa brand-nya terlalu kuat jadi mengabaikan perasaan satu segmen yang very power full yakni wanita. Tapi apa yang dikatakan Aa Gym bahwa "berbisnis harus dengan kejujuran", lalu "profit itu adalah bonus tetap benar dan bagus.

NU
Saya juga pernah membuat VCD bersama Ketua NU Hasyim Musadi pada HUT NU Ke-80 untuk memperbaiki persepsi terhadap NU dan Islam setelah bom Bali.
VCD itu juga dipakai untuk presentasi pak Hasyim pada konferensi yang dihadiri 3.000 pendeta Kristen Protestan di Brasil.
Perkataan Pak Hasyim yang cukup berkesan bagi saya saat itu yakni "Yang sama tak perlu dibedakan, dan yang beda tak perlu disamakan".
Saya juga sekarang sering ke Pesantren Langitan dan menjelaskan marketing kepada kalangan pesantren. Sekarangkan marketing rusak tuh citranya oleh orang yang suka door to door itu.
Saya jelaskan bahwa marketing itu meaning-nya (artinya) adalah integritas, seperti Nabi Muhammad yang disebut sebagai sosok yang Al Amin, tak saja pintar tapi jujur. Rasulullah bisa dipercayai oleh orang lain yang bukan dari keluarganya dititipkan uang untuk dipakai modal berdagang.
Itulah marketing. Bagaimana bisa memancarkan aura sehingga orang percaya pada kita. Orang lain yang sangat berbeda dengan kita bisa percaya akan integrity kita sehingga mau membeli barang tanpa perlu dipaksa. Jadi Rasulullah itu adalah makna dari marketing sesungguhnya.

Pancarkan Aura
Salesmen itu kalau mengerti meaning marketing sebenarnya bisa memancarkan aura yang bisa dipercaya sehinga orang mau membeli karena jika ada salesmen yang merayu-merayu setegah memaksa sampai orang membeli itu, that is not marketing.

Jadi sebenarnya marketing selama ini banyak yang salah, yakni menghalalkan segala cara untuk menghasilkan duit. Saya paling ngeri kalau melihat seminar bagaiman cara menjadi kaya cepat.
Ya tak apa-apa sebenarnya karena menjadi kaya kan tidak salah. Sebab jika tak punya uang kan tak bisa menolong orang. Tapi kalau motivasi menjadi kaya hanya untuk menjadi kaya lalu diraih dengan tak benar, itu saya tak setuju.
Saya lebih setuju pada Aa Gym yang ibu-ibu tak suka itu, Aa Gym selalu mengatakan "Kita kerja saja dengan jujur, perkara nanti ada bonus dan keuntungan, ya sudah nikmati". Jadi teori marketing banyak kok samanya dengan ajaran agama.

Ajaran Islam
Di Islam soal salat dan puasa rajin dilakukan tapi jika hubungan horisontal dengan sesama manusia (customer satisfaction) tak diperhatikan sama dengan tak mengamalkan ajaran Islam
Kembali ke Body Soul. Perusahaan dunia itu menjadi brand merek) yang luar biasa tanpa ada advertising (iklan) maupun memiliki struktur public relation (PR). Bahkan perusahaan itu menjadi pelopor produk refill (isi ulang).
Saat ke Jakarta, Anita Roddick pendiri The Body Soul tak mengumpulkan agendan distributornya tapi mengumpulkan para aktivis wanita.
Anehkan... Ia membentuk brand dan kharismanya dengan menghalalkan segala cara untuk kaya, walaupun sebenarnya ia menjadi kaya karena The Body Soul dibeli sangat mahal oleh Loureal.
Itu seperti Sampoerna yang juga dibeli Philip Moris senilai Rp 30 triliun. Putera Sampoerna benar-benar menghayati bisnis rokok, walau pun rokok merusak kesehatan.
Menurut Putera Sampoerna bisnis itu mesti ditidurin, it sleep and dream dan mencintainya betul-betul.
Tapi ketika ia melihat bisnis ini secara global maupun di Indonesia terdesak dan hati nuraninya mengatakan lebih baik tak dibisnis ini maka dijual dengan harga mahal.
Dan Sampoerna juga kita lihat advertising-nya beda sekali yakni iklannya menyentuh hati nurani. (fir)

No comments: