18 June 2008

Makassar Kota Seribu Petepete (Angkutan Kota)


ADA 5.111 unit angkutan kota atau sering disebut petepete di Makassar. Padahal, idealnya cuma 2.700 unit saja untuk kota besar di luar Jawa ini. Selain sebagai kota sejuta bos, kota sejuta ruko, kota seribu demonstrasi, Makassar layak dijuluki kota seribu petepete.

Akibat kelebihan jumlah petepete itu, terlihat beberapa hal: jalan-jalan Makassar tidak hanya semakin semrawut, tapi juga kian macet. Waktu tempuh untuk satu rute menjadi lebih lama, yang artinya, bensin yang dihabiskan semakin banyak. Pada saat yang sama, jumlah penumpang setiap petepete juga makin berkurang.

Tidak jarang petepete lari kosong atau lari dengan dua-tiga penumpang.

Pukulan untuk bisnis petepete bertambah dengan kemudahan pembeli mendapatkan sepeda motor. Berbekal uang muka Rp 500 ribu, motor sudah bisa dibawa pulang ke rumah. Cicilannya pun ringan, sekitar Rp 400 ribu sebulan. Jumlah itu lebih sedikit ketimbang harus bayar petepete pulang-pergi dari rumah ke kantor, dari rumah ke sekolah, atau dari rumah ke kampus.

Petepete tidak hanya bersaing dengan petepete untuk memperebutkan penumpang. Moda angkutan itu bersaing dengan dealer sepeda motor, dan kelihatannya mereka kalah.

Ini berita surat kabar Tribun Timur, Makassar, tentang petepete
http://tribun-timur.com/view.php?id=80276&jenis=Kota

Rabu, 04-06-2008 
Rasionalisasi Petepete, Pemkot Rancang Trayek Baru
Makassar, Tribun - Pemerintah Kota Makassar sedang berusaha merancang trayek baru bagi petepete (angkot) tanpa menambah jumlahnya. Trayek baru itu, selain untuk lebih menjangkau warga, juga untuk merasionalisasi petepete.
"Jumlah petepete pada jalur-jalur yang ada sekarang sudah sangat tidak berimbang dengan kebutuhan warga. Sementara ada beberapa rute belum tersentuh. Ada beberapa trayek yang sedang kita godok," ujar Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, di Makassar, Selasa (3/6).
 
Berdasarkan data Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Sulawesi Selatan 2007 lalu, jumlah petepete di Makassar sebanyak 5.111 kendaraan yang melayani 14 trayek. Padahal berdasarkan kajian MTI, Makassar hanya membutuhkan tak lebih dari 2.700 petepete saja.
Trayek yang paling banyak memiliki armada petepete adalah trayek D jurusan Makassar Mal- Daya-Sudiang. Ada 1.199 petepete yang beroperasi setiap hari. Padahal hanya ada 127.406 penumpang. Dengan jumlah penumpang sebanyak itu, trayek D hanya membutuhkan 580 armada saja.
"Mereka (sopir petepete) selalu berpikir itu rute gemuk. Betul dilihat dari jumlah penumpangnya. Tetapi rasionya tidak imbang dengan jumlah petepete. Makanya tidak heran jika satu penumpang ditunggu tiga petepete. Di sisi lain, banyaknya petepete yang berhenti menimbulkan kemacetan," kata Ilham.
Jumlah petepete yang tidak rasional dengan jumlah penumpang inilah yang akan didistribusikan dalam beberapa rute baru. Tentu tanpa menambah jumlahnya. Ilham mencontohkan, trayek Pasar Butung-Makassar Mal-Barombong adalah salah satu yang akan diadakan.
Jika jumlah petepete cukup rasional dengan jumlah penumpang di Makassar, kenaikan tarif petepete pada kenaikan harga BBM berikutnya tidak akan terlampau tinggi. Permintaan sopir dan pengusaha agar tarif naik 30 persen adalah karena load factor (tingkat keterisian) sangat rendah.


--
Tribun Timur,
Surat Kabar Terbesar di Makassar
http://www.tribun-timur.com

FORUM DISKUSI PEMBACA TRIBUN TIMUR
tribun.freeforums.org

Usefull Links:

http://jurnalisme-makassar.blogspot.com
http://jurnalisme-tv.blogspot.com
http://jurnalisme-radio.blogspot.com
http://jurnalisme-blog.blogspot.com
http://makassar-updating.blogspot.com
http://makassar-bugis.blogspot.com

No comments: